PRIBAHASA YANG DIFILMKAN
Ekranisasi Film Pendek "Alak Paul" Karya Jamuga Cinema
Oleh: Hilman Maulana Sanjaya
Film pendek yang
berjudul “Alak Paul” ini merupakan suatu ekranisasi dari buku “Parbung (Paribasa
Nyambung)” Karya Yari Jomantara atau lebih dikenal dengan nama Ari Kpin.
Ekranisasi merupakan suatu proses pemvisualan sebuah cerita. Seperti pada film
ini, berawal dari pribahasa, ditransformasikan menjadi cerpen, lalu di
ekranisasi menjadi suatu film. Proses pembuatan film “Alak Paul” ini dilakukan
oleh Jamuga Cinema. Jamuga Cinema itu sendiri merupakan suatu wadah atau
komunitas yang membahas tentang segala jenis kesenian dan sastra. Hal tersebut
dapat dilihat dari beberapa anggotanya, yakni Ari Kpin sebagai ketua dan
merupakan seorang maestro dalam bidang music, sastra, dan teater. Ari Kpin
sudah memiliki 11 album musikalisasi dan dijadikan sumber pembelajaran
sekolah-sekolah yang ada di Indonesia Kemudian ada Bu Inten yang sudah
menerbitkan tiga buku. Lalu ada Om Dado Bimasena Kuswoyo, beliau merupakan
seorang penari, sastrawan, dan juga pelukis. Kemudian aja juga Abah Zaenal dan
Oky Lasminingrat. Abah Zaenal merupakan seorang budayawan yang dianggap sesepuh
di Garut. Oky Lasminingrat adalah seorang budayawan dan merupakan cucu dari
tokoh emansipasi perempuan dan sastrawan, Rd. Ayu Lasminingrat. Film “Alak
Paul” yang di sutradarai Ari Kpin ini, mengangkat latar pedesaan, tepatnya di
desa Sukamurni, Cilawu, kota Garut yang dimana masih murni belum terpengaruh
banyak oleh budaya asing. Aktor dalam film “Alak Paul” ini beberapa di
antaranya merupakan penduduk desa setempat. Hal itu dilakukan agar masyarakat
setempat dapat ikut andil dalam proses pembuatan film yang mengangkat nama
desanya tersebut. Hal yang mengejutkan ialah proses syuting film ini hanya
dilakukan dalam waktu satu hari dan proses editing dan terjemahan memakan waktu
2 hari. Suatu hal yang luar biasa dengan waktu yang sedikit dan pemain yang
beberapa dari warga setempat, namun hasil dari film ini tetap memuaskan. Jamuga
Cinema juga memanfaatkan Youtube untuk menyebar luaskan film “Alak Paul”
sehingga masyarakat dapat menontonnya dan mengambil hal baik dari film ini.
Proses perekaman film “Alak Paul”
ini hanya menggunakan kamera dari Handphone
saja. Hal tersebut dapat menjadi nilai positif dan negatif. Hal positif yang
dapat diambilnya ialah proses pembuatan film ini dapat menginspirasi masyarakat
sekitar jika untuk membuat suatu karya seperti film “Alak Paul” dapat dilakukan
dengan hal yang sederhana namun hasilnya tetap bagus. Hal negatifnya ialah
kualitas gambar dan fokus pada kamera yang digunakan untuk perekaman film ini
kurang dan tidak sebanding dengan menggunakan kamera. Selain itu fokus dari
kamera yang digunakan ini juga terkadang kurang dapat dinikmati serta
pencahayaan yang terkadang terlalu tinggi atau terlalu cerah. Dari sisi audio yang dihasilkan juga kurang begitu baik.
Terdapat beberapa dialog pemain yang kurang terdengar seperti pada saat awal
ketika dua orang ibu yang berbincang di sungai sambil mencuci baju, dialog terdengar
kecil dan tertutup suara air yang mengalir. Namun itu semua kembali lagi pada
apa yang digunakannya. Untuk mengambilan film ini yang menggunakan handphone hal tersebut cukup baik dan
dapat menginspirasi.
Film “Alak Paul” diangkat karena
pada masa kini, sangat kurang orang-orang mengetahui pribahasa, apalagi
pribahasa daerah lalu, Ari Kpin juga ingin melestarikan budaya sebagaimana misi
dari Jamuga Cinema ini sendiri. Alak Paul memiliki arti sebagai tempat yang
sudah tidak bisa dijangkau dan ditemui oleh manusia. Film ini terasa kental
suasana tradisionalnya. Hal tersebut dapat dilihat dari baju yang digunakan,
makanan, rumah, bahasa daerah, serta musik yang menjadi backsound dari film
ini. Budaya yang diangkat dan ditonjolkan dalam film ini antara lain Seni debus
menggunakan golok, makanan khas Sunda, Baju tradisional, dan bahasa Sunda.
Pada mulanya film “Alak Paul”
menceritakan satu keluarga miskin yang memiliki dua orang anak perempuan, Asih
dan Euis. Kemudian Euis dipanggil kedua orang tuanya danberbincang tentang Euis
yang harus menikah dengan juragan Jarot yang sudah tua. Awalnya Euis
menolaknya, namun Abah dan Ambu tetap menjodohkan Euis dengan Juragan Jarot.
Ketika Asih mengetahui hal itu, Asih disuruh memanggil Kartaji oleh Euis, dan
Asih pun menurut. Saat juragan diperjalanan menuju rumah Euis, Kartaji
menjemput Euis dan melarikan diri berdua. Asih pun mengikutinya dan dikejar
oleh Abah,Ambu dan juragan Jarot serta begal.
Dari cerita Alak Paul tersebut kita
dapat flashback pada zaman Siti Nurbaya dimana pada saat itu banyak yang
dijodoh-jodohkan. Namun, pada zaman dahulu hal menjodohkan dengan orang kaya
dilakukan orang tua agar anaknya tidak ikut sengsara dengan keadaan keluarganya
saat ini, serta mengurangi kebutuhan dan pengeluaran yang harus dipenuhi
keluarga miskin tersebut. Semua orang tua ingin anaknya bahagia, begitu juga
dengan Ambu dan Abah dalam film “Alak Paul”. Namun tidak semua ingin di
jodohkan apalagi pada saat masih muda seperti Euis karena masa muda tidak dapat
terulang lagi dan lebih baik memilih menghabiskan waktu muda dengan hal yang
lebih bermanfaat terlebih dahulu seperti menamatkan sekolah, bekerja, dan
membahagiakan orang tuanya kemudian barulah menikah. Dalam film ini juga
terdapat beberapa tokoh yang tidak setuju dengan pernikahan antara Euis dan
juragan Jarot. Hal ini dapat terlihat dari Asih yang memanggilkan Kartaji untuk
menjemput Euis dan Kartaji yang segera menjemput dan mengajak Euis pergi dari
rumahnya.
Walaupun menikah dapat menghindari
dosa dan maksuat, namun menikah pada usia muda kurang baik jika tidak
sepenuhnya siap. Seperti zaman sekarang banyak orang yang sudah menikah ketika
muda dan banyak juga yang belum siap menjadi orang tua. Sehingga banyak terjadi
tindak kejahatan seperti mencuri karena butuh uang untuk kebutuhan hidup yang
bertambah. Ada juga yang menikah dan memiliki anak masih kecil kemudian cerai.
Hal tersebut dapat berpengaruh pada psikologis anak. Namun, apa yang dilakukan
Abah dan Ambu dalam film “Alak Paul” agar anaknya, Euis tidak sengsara hidup
miskin dan kekurangan. Karena jika menikah dengan juragan Jarot hidup Euis akan
terjamin. Cerita dari film “Alak Paul”
banyak hal yang dapat kita petik seperti melestarikan budaya, menginspirasi
orang-orang jika berkarya bisa juga dilakukan dengan hal sederhana.
Dalam film “Alak Paul”, Jamuga
Cinema berhasil membuat hal yang sederhana menjadi sebuah karya yang bagus
dengan perlengkapan syuting yang seadanya tidak seperti proses pembuatan film
lain. Selain itu, waktu pengerjaan yang cepat juga sangat menginspirasi
mengingat beberapa pemeran tokohnya berasa dari masyarakat sekitar dan
berdialog dengan spontanitas. Jamuga juga memberi contoh pada masyarakat untuk
berkarya dengan hal sederhana dan dapat memanfaatkan teknologi dengan benar dan
sebaik mungkin.
Komentar
Posting Komentar